AGAMA DAN KEBUDAYAAN INDONESIA
AGAMA DAN KEBUDAYAAN
Artikel tentang agama dan kebudayaan ini akan menguraikan
empat bagian besar yaitu kebudayaan Indonesia, pandangan hidup dan kebudayaan,
inkulturasi Gereja dan Negara Republik Indonesia, serta sikap
gereja terhadap kebudayaan lain.
Gambar: Peranan Agama Pada Kebudayaan Indonesia |
A. Kebudayaan Indonesia
Lima hal yang berkaitan dengan
kebudayaan Indonesia yaitu kebudayaan asli Indonesia, kepercayaan asli
Indonesia, pengaruh kebudayaan baru di Indonesia, pengaruh dari masyarakat
Indonesia sendiri dan perjumpaan kebudayaan asli dengan kebudayaan baru.
Kebudayaan asli Indonesia dimulai dari jaman prasejarah, artinya jaman
sebelum bangsa Hindu masuk di Indonesia. Jaman prasejarah Indonesia dapat
diklasifikasi menjadi 4 periode yaitu jaman batu, jaman baru, jaman suasa dan
jaman megaliticum.
Pada jaman
batu, kita mengenal peninggalan berupa alat-alat yang terbuat dari batu
seperti kampak, tombak dan lain-lain. Alat buatan jaman ini masih sangat kasar.
Pada jaman
baru, alat-alat yang dibuat sudah halus.
Pada jaman
suasa, bangsa Indonesia telah mengenal barang-barang
berharga seperti emas, suasa, perak dan lain-lain.
Sedangkan
pada jaman megaliticum, kita telah
menghasilkan alat-alat dari batu besar seperti tugu, lesung, arca-arca dan
sebagainya.
Pada jaman prasejarah ini, masyarakat hidup di hutan-hutan dalam
kelompok-kelompok dan hidup dari hasil hutan. Cara hidup seperti ini dikenal
sebagai nomaden (pengembara).
Sebelum ada pengaruh dari agama-agama lain, bangsa Indonesia sudah
mempunyai kepercayaan asli yang disebut kepercayaan asli Indonesia. Dua jenis kepercayaan asli yang menentukan sikap dan tingkah
laku bangsa Indonesia yaitu Animisme dan Dinamisme.
Baca juga: KITAB SUCI DAN ILMU PENGETAHUAN. Ayo baca sekarang.
Animisme berasal dari kata anima yang artinya roh.
Animisme adalah suatu aliran kepercayaan yang mempercayai bahwa kekuatan yang
maha tinggi itu adalah roh. Aliran ini percaya bahwa bukan hanya manusia yang
memiliki roh. Semua benda, binatang dan tumbuhan juga memiliki roh. Manusia memiliki roh yang kekal, artinya tidak dapat mati meskipun badannya sudah mati.
Roh ini akan selalu berhubungan dengan anak cucu yang masih hidup. Akibatnya
ada kepercayaan kesurupan, sesajen, mengusir roh jahat dan sebagainya.
Dinamisme berasal dari kata dynamis yang artinya kekuatan. Dinamisme adalah sebuah aliran kepercayaan dimana ia percaya bahwa kekuatan yang maha
tinggi itu ada pada benda-benda tertentu. Di dalam benda tertentu dianggap ada
kekuatan gaib yang tersembunyi seperti pada keris, gigi emas, cincin batu akik,
gelang akar bahar, pohon yang rindang dan sebagainya.
Selain kepercayaan asli, bangsa Indonesia juga dipengaruhi oleh
kebudayaan baru seperti agama Hindu/Budha, Islam, Kristen/Katolik. Kebudayaan
Hindu/Budha masuk ke Indonesia pada abad I Masehi yang didukung oleh agama
Syiwa dan Budha. Pengaruh Hindu yang mendalam ada di daerah Sumatera, Jawa dan Bali. Huruf Jawa yang kita kenal
sekarang ini perubahan dari huruf hindu yang disebut huruf Davavagari. Selain
itu, tokoh-tokoh wayang yang kita kenal seperti Rama, Shinta dan Rahwana adalah
cerita dari Hindu yang disebut Ramayana.
Islam masuk ke Indonesia pada tahun 1300.
Pengaruh Islam yang mendalam di daerah jawa Barat dan Sumatera. Saat itu
huruf-huruf Arab digunakan di Aceh dan
Melayu. Puasa pada bukan Ramadhan, sekaten adalah contoh pengaruh agama Islam
yang mendalam. Sekaten kerasal sari kata Syahadatain, ialah nama gamelan di
Keraton yang dipakai orang hanya waktu perayaan kelahiran Kanjeng Nabi Muhamad
SAW.
Kebudayaan barat awalnya datang dari pengaruh
Kristen dan katolik dibawa oleh Belanda, Spanyol dan Portugis, huruf Latin yang
kita kenal sekarang ini berasal dari Romawi dibawa oleh Belanda ke Indonesia.
Pengaruh mendalam Kristen di Indonesia terutama di daerah Toraja dan Sulawesi
Tengah. Agama Kristen yang berpusat di Telaga Poso, lama kelamaan merubah
adat-istiadat nenek moyang yang animisme menjadi paham baru dalam agama
Kristen.
Akibat lain dari perubahan sikap ini, mereka
tidak lagi merasa takut akan pembalasan dari arwah-arwah nenek moyang atau kena
tulak apabila mereka mengubah adat-istiadatnya. Perubahan sikap seperti ini membuat mereka berani mengutip anasir-anasir
kebudayaan yang lain. Mereka juga berani membuka diri terhadap nilai-nilai dari
kebudayaan bangsa lain.
Di antara bangsa Indonesia sendiri, dalam masa berabad-abad saling mempengaruhi. Pengaruh dari dalam negeri sendiri ini yang sangat membekas seperti Kerajaan Majapahit dan Mataram. Saat kerajaan Majapahit sedang jaya, banyak daerah jajahan yang tidak mendapat pengaruh agama Hindu/Budha secara langsung. Pada jaman kerajaan Mataram diperintah oleh Sultan Agung, banyak kebudayaan jawa Tengah yang masuk ke Jawa Barat.
Perjumpaan kebudayaan asli dengan kebudayaan baru dapat mengakibatkan asimilasi atau akulturasi. Asimilasi adalah peniruan kebudayaan asing, maksudnya kebudayaan setempat meniru seluruh kebudayaan dan bahasa asing tersebut dan keduanya (kebudayaan asli dan kebudayaan asing) berjalan bersama-sama. Akulturasi adalah berubahnya dua kebudayaan asli yang disebabkan oleh lamanya bertemu/bergaul dengan kebudayaan baru. Alkulturasi itu berjalan dengan tenang, tidak menggoncangkan, bahkan mungkin tidak disadari.
B. Pandangan Hidup dan Kebudayaan
Pangung
sejarah manusia dunia, yaitu ditandai
oleh kegiatan-kegiatannya; oleh
kegagalan dan keberhasilannya, dan diimani sebagai ciptaan Alah. Manusia adalah
penghuni dunia dan alam semesta, mengolahnya, hidup darinya dan
bertanggungjawab atasnya. Manusia dipercaya oleh Tuhan untuk ikut menciptakan
dunia, maka dunia harus senantiasa baru dan semakin sesuai dengan tujuan hidup
manusia.
Dalam hidup yang konkrit,
manusia selalu mengambil
sikap terhadap seluruh latar belakang hidupnya. Misalnya, pendidikan dan
pergaulan, yang telah membentuk kepribadiannya lewat relasi. Jaringan
relasi seperti inilah yang dmaksud dengan kata kebudayaan.
Kebudayaan
ditentukan oleh sejarah, alam dan lingkungan. Berikut merupakan
beberapa unsur yang dipandang sebagai pola atau poros kebudayaan
:
1. Tuhan
Tuhan atau
dunia transenden (dunia di atas) melalui agama, terutama melalui hati manusia,
memainkan perasaan amat penting dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Kegiatan
manusia
Kebudayaan
terbentuk karena adanya kegiatan manusia. Adanya kegiatan yang dilakukan manusia itulah
yang menciptakan relasi antar manusia. Setiap orang, karena
pendidikan, ekonomi, politik rekreasi dan banyak kegiatan lain lagi terjalin dalam jaringan sosial lingkungan
hidupnya.
3. Dunia
Material atau Kebenaran
Di dalam
proses membudaya itu, dunia material atau kebendaan amat penting juga. Manusai
bersifat material karena tubuhnya mempunyai material. Tanpa materi, manusia tidak dapat
hidup dan bergerak sebagai manusia.
4. Alam Pikiran
Asli
Manusia
terus memerus berkonfrontasi dengan dirinya sendiri, sebab ia dilahirkan dan
berkembang dalam ikatan dengan budayanya. Ia terkait pada tanah, adat, tradisi,
alam pikiran dan agama orang sebangsanya.
Keempat unsur di atas tentu bukan ikatan belenggu yang menghalang-halangi
perkembangan pribadi. Maskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa ikatan itu
ada dan sangat berpengaruh pada cara berbuat dan bertindak seseorang. Itulah mengapa
adanya hubungan erat antara visi atau pandangan hidup dengan situasi
kebudayaan dengan segala segi dan unsurnya. Pandangan hidup oarang Indonesia tidak bisa
dipikirkan, apa lagi digambarkan, bila dilepaskan dari seluruh tradisi
kebudayaan Indonesia. Orang beriman perlu menyadari sepenuhnya tentang pengaruh kebudayaan pada
agama yang ia imani oleh karena iman dan
agama tidak terlepas dari kebudayaan dan pandangan hidup.
Di dalam
kebudayaan Indonesia, erat sekali hubungan antara agama, masyarakat dan alam.
Bahkan sering unsur-unsur tersebut kurang dibedakan, malah dicampuradukkan.
Dasar dan
sumber kebudayaan nasional ada di dalam kebudayaan daerah, sebab kebudayaan-kebudayaan
daerahlah yang mendasari perkembangan masyarakat,
pergaulan antara suku dan pertemuaan antar daerah menjadi semakin terbiasa. Kebudayaan
berkembang terus dengan menerima dan mengolah aneka unsur kebudayaan dari
kelompok atau suku yang lain. Kebudayaan dari luar negeri juga mempunyai
pengaruh sangat besar, khususnya pengaruh dari negara-negara Asia Timur dan
Barat. Pengaruh tersebut mencakup segala bidang kebudayaan, termasuk agama.
Semua agama
besar, masuk ke dalam kebudayaan Indonesia melalui kebudayaan asing. Berdasarkan
penjelasan ini timbul pertanyaan, bagaimana agama-agama dapat tetap setia
kepada asas-asas agamanya dan sekaligus juga tidak menjauhkan orang Indonesia
dari akar-akar kebudayaannya?
Jawabannya adalah
inkulturasi, yaitu memadukan kebudayaan setempat dengan kebudayaan agama.
Penganut-penganut
agama mencoba mengungkapkan pokok-pokok agama dalam bahasa dan bentuk
kebudayaan daerah mereka sendiri, sehingga dari jaman ke jaman agama yang satu
dan sama itu mendapat bentuk ungkapan yang sedikit atau banyak berbeda, sesuai
dengan keprihatian jaman dan kebudayaan daerah. Inkulturasi semacam ini
diusahakan dengan sadar dan sengaja.
Semakin
orang sadar dengan kebudayaan sendiri dan semakin jujur menghayati agamanya,
maka ia semakin giat mencari bentuk-bentuk yang berakar di dalam kebudayaan
daerah untuk menghayati agamanya dengan tepat. Dari tradisinya, agama membawa
kepercayaan yang diyakini sebagai kebenaran di hadapan Tuhan, dalam kebudayaan,
agama menjadi hidup dan manusiawi.
Lebih dalam
lagi, perlu dipikirkan pengaruh pola sosiobudaya atas perwujudan nilai-niliai
dasar dalam kehidupan bersama. Dalam hal ini terjadi ketegangan baik antara
nilai-nilai kebudayaan daerah atas suku dan cta-cita pembangunan nasional,
maupun antara nlai-nlai tradisional dan tuntutan baru.
Di dalam
ketegangan seperti ini perlu dipertanyakan, sejauh manakah kebudayaan
tradisional dapat bertahan dan bagaimana nilai-niliai dasar kehidupan manusia dapat diwujudkan?
Pada taraf
internasional, perubahan nilai-nilai dasar yang amat mendalam, khususnya perihal
perumusan dan pelaksanaannya terjadi karena adanya gejala globalisasi. Dampak dari
gejala globalisasi di atas menantang budaya-budaya daerah dan
kebudayaan nasional untuk mencari bentuk-bentuk kehidupan yang baru. Dalam hal
ini harus diakui bahwa tidak setiap bentuk kehidupan tradisional cocok dengan perubahan jaman,
khususnya di dalam perwujudan nilai-nlai dasar.
Konflik-konflik yang
timbul dari ancaman baru ini tidak mudah diselesaikan. Dari sisi lain perlu disadari juga
bahwa injil dan iman Kristiani juga tidak pernah datang dalam bentuk murni.
Nilai-nilai
rohani itu selalu sudah terwujudkan dalam bentuk kehidupan konkrit, baik dalam
hal agama, maupun dalam hal perwujudan iman, yaitu tingkah laku yang bermoral
Kristiani.
Bentuk
kehidupan itu pun harus berkembang dan mencari rupa baru, yang tidak jauh dari
kebudayaan setempat, tetapi tetap dijiwai oleh semangat iman.
Sumbangan
agama dalam hal ini bukanlah program-program konkrit tertetu, melainkan
inspirasi untuk terus-menerus ikut mengusahakan pembaharuan dan
perkembangan budaya.
Dalam
kaitannya dengan hal di atas, manusia dituntut
untuk membuka diri. Ia tidak boleh secara statis bepegang pada adat kebiasaan, secara utuh
ia harus menceburkan diri ke dalam pembaharuan. Ia harus menjalankan
kewajibannya terhadap masyarakat, ia juga tidak dapat menutup diri terhadap
panggilan Allah.
Empat orientasi
pola kehidupan yang harus diperhatikan dalam usaha pembangunan masyarakat dan
pembaruan kebudayaan:
1.
Tuhan
2.
Masyarakat
3.
Dunia material
4.
Diri sendiri
Dalam usaha membangun masyarakat dan pembaruan kebudayaan tersebut, maka setiap
manusia berhadapan dengan empat tugas pokok.
·
Pertama, membuka
diri terhadap transenden.
·
Kedua, membangun solidaritas dengan sesama.
·
Katiga, mengolah dan memelihara dunia benda dan alam semesta.
·
Keempat, membangun diri sendiri.
Tugas-tugas
tersebut di atas menyatu. Manusia hanya dapat membangun sendiri, kalau dalam
kesatuan dengan sesama ia membangun lingkungan hidup bagi semua orang dalam
keterbukan terhadap Transenden. Dengan mengembangkan masyarakat, memelihara
kekayaan alam, dan keterbukaan terhadap Yang mengatasi Hidup, ia memberi makna
kepada hidupnya sendiri.
Usaha
membebaskan manusia dari keterasingan, baik antara manusia dengan sesama maupun
terhadap dunia sekitarnya, dengan sesama maupun terdap dunia sekitarnya,
merupakan tugas manusia dalam ‘membangun kembali dan memperkokoh persuadaraan
segala manusia selaras dengan tujuan luhur manusia”.
Untuk itu hal pertama
dan paling utama adalah manusia harus masuk ke
dalam dirinya sendiri agar
bisa menyadari kembali tujuan yang luhur itu. Kemudian manusia
harus berani keluar dari dirinya sendiri
dan menerima manusia lain sebagai saudaranya. Selain percaya kepada dirinya sendiri
dan kemampuannya, manusia juga harus berani percaya kepada kemampuan orang lain
dalam membangun dunia bersama.
Hanya dengan
menerima sesama sebagai saudara, manusia dapat membebaskan diri dari belenggu
ketertutupannya. Penerimaan ini berarti kepercayaan kepada kebaikan dan
kejujuran orang lain. Selanjutnya, bagaimana kebaikan itu bisa diandaikan untuk
seluruh masyarakat, bahkan untuk seluruh umat manusia.
Manusia membutuhkan sejumlah
kesepakatan agar dapat hidup sebagai saudara dalam masyarakat yang lebih luas. Kesepakatan-kesepakatan
itu akan melahirkan suatu struktur hukum yang memberikan jaminan dan ruang gerak
untuk semua yang membangun hidup.
Struktur
hukum itu harus menjunjung tinggi hak-hak manusia serta menyediakan ruang gerak
keanekaragaman pandangan hidup yang mencakup segala aspek dan kebutuhan.
C. Gereja dan Negara Republik Indonesia
Perpaduan kebudayaan gereja dengan Negara Republik Indonesia menjadi suatu yang menarik dilihat dari segi inkulturasi. Gereja datang ke negeri ini bersama dengan Kolonialisme Barat sehingga cukup lama hidup dalam pola tradisi gereja Barat abat lampau. Saling mengakui kedudukan masing-masing adalah dasar dari hubungan antar dua pihak. Otonomi setiap negara yang diakui Gereja yaitu dalam bidang kemasyarakatan demi kesejahteraan rakyat seluruhnya. Pada hakekatnya otonomi bersumber pada rakyat. Atau dengan kata lain rakyatlah yang berhak dan bertanggung jawab atas otonomi negara. Oleh karena itu rakyat wajib menata dan mengatur hidupnya sendiri sebagai perorangan maupun masyarakat.
Otonomi sebuah negara, seperti nilai-nilai dunia, diselenggarakan serta berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri, dan tentunya berbeda dengan kaidah-kaidah keagamaan.
Sambil tetap
dan tegas mengakui serta menghormati otonomi negara mengenai hidup
kemasyarakatan, Gereja menyadari panggilannya untuk keselamatan manusia secara sempurna dengan melayani
kebutuhan mereka, terutama yang bersifat rohani, juga yang bersifat jasmani yaitu demi
perkembangan kepribadian manusia secara menyeluruh. Dalam hal ini, panggilan Gereja tersebut harus
berdasar UUD 1945 yang dijamin oleh negara.
Di dalam
negara Pancasila, agama-agama dan negara mempunyai fungsi serta menunaikan
peranannya dalam perspektif tujuan mereka masing-masing dan dari sudut pandang
yang berbeda-beda.
Perbedaan tugas di dalam situasi konkrit akan semakin jelas, sementara
gereja dan negara hidup bersama dan bekerja sama dengan erat karena
memiliki tujuan yang sama. Perlu ada sikap dialog dalam
instansi-instansi negara dan Gereja guna mengembangkan sikap saling mengerti dan
menghormati. Pusat perhatian negara maupun gereja harus dipusatkan pada
pembangunan manusia seutuhnya.
Demi kesejahteraan
seluruh bangsa, hubungan gereja dan negara perlu ditekankan juga dalam hubungan bekerja
sama dengan semua golongan masyarakat dan dengan pemerintah dan tidak selalu berlangsung
di tingkat institusional atau kelembagaan. Gereja
memperjuangkan masyarakat partisipatoris yaitu suatu partisipasi aktif para
warga masyarakat, secara perorangan maupun bersama-sama dalam kehidupan dan
pemerintah negera mereka, supaya mereka dapat bertanggung jawab terhadap
politik negara.
Suatu pluralisme dalam pandangan para warga negara mengenai usulan politris
dianggap wajar apalagi bila seluruh masyarakat turut serta dalam kepentingan
negaranya. Bahkan, perbedaan pendapat mengenai hal-hal politik itu di dalam
kalangan umat gereja sendiri dipandang pantas.
D.
Sikap Gereja
Terhadap Kebudayaan Lain.
Sikap gereja
terhadap kebudayaan lain sebagai
berikut:
1. Gereja tidak
menolak apa yang benar dan suci dalam agama-agama bukan Kristen. Gereja
memandang dengan penghargaan yang jujur, cara tindak dan cara hidup, peraturan
dan ajaran, yang kendati dalam banyak hal berbeda dengan apa yang dipahami dan
dianjurkan, toh tidak jarang memantulkan cahaya kebenaran yang menerangi semua
umat manusia.
2. Apa saja
yang terdapat dalam adat kebiasaan bangsa yang bersih dari takhayul dan
kesesatan, disambut oleh Gereja dengan suka hati bila mungkin diseragamkan
dalam ibadat umat.
Berdasarkan
kutipan di atas kita melihat sikap Gereja yang begitu tinggi menghargai
berbagai hal yang ada di dalam budaya-budaya suku bangsa. Nilai-nilia budaya
suku bangsa dikatakan merupakan persiapan Ilahi bagi nilai-nilia Rohani yang
baru. Dengan perkataan lain, sejauh manakah nilia-nilai asli dapat
ditingkatkan/diarahkan kepada niliai rohani yang diwartakan oleh Kristus
sebagai puncak dan kepenuhan wahyu.
No comments: