KITAB SUCI DAN ILMU PENGETAHUAN

Kurang lebih 40 tahun terakhir ini terdapat  banyak pembaruan dalam eksegese (ilmu penafsiran Kitab Suci) dan teks Kitab Suci memang sama namun pengertiannya yang dulu di up to date sehingga kontekstual.

Terdapat 1800-an penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan, misalnya penggalian-penggalian purbakala, teori evolusi, ilmu astronomi, dsb.

Alkitab vs Ilmu Pengetahuan
Penggalian purbakala yang menemukan tembok Yeriko yang ternyata sudah runtuh jauh sebelum orang Yahudi masuk tanah terjanji. Demikian pula teori evolusi yang memperkirakan bahwa manusia secara biologis dalam proses evolusi berasal dari primat orang hutan atau monyet.

Lagi pula di dalam kisah penciptaan, dunia tidak diciptakan menurut urutan Kisah Penciptaan. Misalnya, hari pertama diciptakan terang, ternyata penciptaan matahari baru pada hari ketiga (Kitab Suci tidak bermaksud menunjukkan suatu kronologis).

Dari sudut ilmu alam dan ilmu pasti banyak ditemukan hal-hal yang kontradiktif dengan cerita-cerita mukjizat dalam Kitab Suci.

Contoh-contoh tersebut menyebabkan kaum tradisional takut kehilangan kepercayaan terhadap Kitab Suci sebagai Sabda Allah. Bagi mereka, harus dipercayai secara harafiah. 

Para ilmuwan mulai menyaksikan nilai Kitab Suci bahkan sampai meragukan adanya Tuhan 1800-1900, kegiatan kaum protestan yang liberal menyesuaikan Kitab Suci dengan kemajuan ilmu pengetahuan dengan sangat gencar sehingga hanya sekelumit corak inspirasi yang tertinggal.

Misalnya, mereka mengatakan Yesus itu tokoh yang luhur di bidang moral, ia hanya manusia. Bisa dimengerti bahwa dalam suasana seperti itu ahli-ahli yang beriman takut dan benci terhadap studi Kitab Suci lalu dengan keras mempertahankan tafsiran-tafsiran lama sebagai reaksi terhadap kaum liberal, dengan demikian gap antara ilmu pengetahuan dan Kitab Suci makin menganga.


Demi jelasnya dapat dilihat bagaimana dulu dan sekarang Kitab Suci dipandang : 

1.      Dulu  :

a.   Kitab Suci adalah kitab yang ditulis di surga oleh Allah sendiri, kemudian diturunkan ke dunia.

b.      Kitab Suci adalah 100 % sabda Tuhan

c.       Kitab Suci sebagai sabda Allah bersifat mutlak

d.      Kata-kata Kitab Suci didekte oleh Allah, pengarang hanya sebagai tukang catat

e.       Kitab Suci dengan sifatnya yang mutlak diangap tidak dapat keliru dari segi apapun.

f.       Kitab Suci merupakan dogma (ajaran yang harus diimani)

g.      Ayat-ayat Kitab Suci dipakai sebagai senjata untuk mengalahkan musuh di medan perang.

 

2.      Sekarang :

a.       Versi penulisan mengikuti bakat si pengarang

b.      Dipengaruhi oleh meleu (lingkungan) si pengarang

c.       Berdasarkan bahasa si pengarang

d.  Mempunyai pandangan pribadi dan menggunakan macam-macam sastra, misalnya sajak (Mazmur), dialog (Yob), lagu cinta (Madah Agung), hukum (Taurat), kebijaksanaan (Amsal), apokaliptik (Daniel), dongeng (Yunus), hikayat rakyat (Sodom dan Gomora), mujizat (Laut Merah), dsb.

Latar belakang tersebut bertujuan menyampaikan sabda Allah. Kalau si pengarang seorang tabib  seperti Lukas, wajar kalau banyak menceriterakan penyembuhan orang sakit. Seandainya pengarang berbakat main sepak bola sudah barang tentu si pengarang meneceriterakan bagaimana Yesus menonton sepak bola.

Karena para pengarang adalah orang Ibrani, Kitab Suci ditulis dalam bahasa Ibrani. Seandainya di pengarang adalah orang Jawa tentu Kitab Suci ditulis dalam bahasa jawa.

 

3.      Kitab Suci bukan Buku Ilmu Pengetahuan

Tidak ada kontradiksi antara kebenaran ilmu pengetahuan dan kebenaran Kitab Suci, yang penting harus dipahami bahwa Kitab Suci tidak bermaksud untuk mengajarkan ilmu pengetahuan melainkan untuk mewartakan karya keselamatan.

Salah satu contoh dapat dibaca dalam Kitab Yosua 10:12-15.  Di sana terlihat suatu faham geosentris;

“Matahari berhentilah di atas Gideon dan engkau bulan di atas lembah Ayalon, maka berhentilah matahari dan bulanpun tidak bergerak…..”.

Perikop tersebut menimbulkan pertanyaan apakah heliosentris atau geosentris. Manurut teks harafiah ialah geosentris, karena dikatakan matahari bergerak, padahal menurut ilmu astronomi adalah heliosentris.

 

4.      Galileo Galilei (1564-1642)

Ia adalah cendikiawan Itali, seorang astrolog penganut Copernicus yang telah menyelidiki bahwa heliosentris.

Planet-platet lain termasuk bumi mengitari matahari. Ditegaskan bahwa setiap hari, bumi berputar pada porosnya selama 24 jam.

Hal yang demikian menimbulkan konflik antara Galileo dengan hirarki dalam gereja. Tetapi Galileo tetap membela diri dan mempertahankan faham heliosentris.

a.     Ajaran Copernicus yang kemudian diikuti oleh Galileo sama sekali tidak bertentangan dengan Kitab Suci.

b.   Ilmu alam tidak bisa didalilkan dengan teks-teks Kitab Suci, karena Kitab Suci bukan buku ilmu alam.

Tahun 1616 Roma memutuskan bahwa ajaran Copernicus adalah bidah (ajaran sesat). Galileo dilarang untuk tidak memihak Copernicus.

Tahun 1633 Roma memaksa Galileo untuk menyangkal pendirian ilmiahnya. Sampai dengan pertengahan abad 18 ajaran Copernicus tetap dilarang oleh gereja.

 

5.      Ilmu Pengetahuan dan Iman

   Gereja mengakui ilmu pengetahuan sebagai hal yang wajar, di mana ilmu pengetahuan mempunyai norma tersendiri.

Justru karena diciptakan oleh Allah Yang Maha Bijaksana maka semua yang ada menjadi unik menurut tata tertibnya masing-masing.

Oleh karena itu gereja tidak bisa tidak harus mengakui dan mengindahkan kekhasan ilmu pengetahuan. Apabila semua riset di semua bidang ilmu pengetahun bergerak secara murni ilmiah dan tidak bertentangan dengan norma-norma moral, maka tidak mungkin berkonflik dengan iman.

Kesesuaian yang fondamental; antara penemuan ilmiah dengan noma-notma moral meniadakan timbulnya konflik.

Namun bisa juga tidak meniadakan timbulnya ketegangan karena motode riset tidak selamanya bermaksud mencari kebenaran murni.

Maka semua metode, semua motivasi dan semua hasil ilmu pengetahuan senantiasa perlu dikritisi, tidak bisa diterima begitu.


6. Sarjana dan Ilmu Pengetahuan

Sarjan aadalah predikat formal yang disandang seseorang karena kapasitas ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Seyogyanya seorang sarjana mempunyai tanggung jawab moral dalam hal mengaplikasi ilmu pengetahuan yang dimilikinya.

Fungsi utama pengetahuan adalah menjadi landasan keputusan secara benar, terlebih menyangkut pekerjaan yang secara langsung berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang tidak diperoleh.

Seorang sarjana dikatakan beriman apabila ia mampu mengaplikasi ilmu pengetahuan yang dimilikinya secara benar dan baik.

Benar berarti ada korelasi antara keputusan dengan ilmu pengetahuan yang mendasari keputusan. Baik beraarti tidak membelokkan nilai ilmu pengetahuan yang berdampak pada merugikan orang lain (Mz 86:11, Ams 8:7, 21:3, 23:23, ”Belilah kebenaran dan jangan menjualnya” Yeh 45:9, ”Lakukanlah keadilan dan kebenaran”., Ams 5:24, ”....kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir,”. Yoh 5:33, 2 Yoh 4, 3 Yoh 3, ....”memberi kesaksian tentang hidupmu tentang kebenaran”, Mz 125:4, Rom 12:21, ”Kalahkan kejahatan dengan kebaikan, Flp 4:5, ”Hendaklah kebaikan hatimu diketahui oleh semua”. Yak 2:17, ”Iman tanpa perbuatan pada hakikatnya mati”.

Laborem Exercens (Yohanes Paulus II, 1981) mengedepankan makna kerja manusia sebagai ungkapan dan menambah martabat manusa. Bekerja berarti menguasai dunia, menata dunia menjadi lebih baik. Oleh karena itu bekerja berarti  tanda orang beriman.

Karena dengan bekerja, manusia berpartisipasi dalam karya Allah yang mencipta dan memelihara alam semesta.

Mengejar ilmu pengetahuan berarti manata akal budi menjadi lebih tajam. Dengan demikian mengejar ilmu pengetahuan merupakan salah satu tanda beriman.

Bekerja termasuk  mengejar ilmu pengetahuan beararti mengembangkan talenta (bakat) yang telah diberikan oleh Tuhan (Mat 25:14-30).

 

7. Dampak Teknologi

Manusia selalu berhadapan dengan teknologi, karena teknologi merupakan buatan manusia. Teknologi berumur sepanjang umur manusia.

Teknologi mutlak dimiliki sekalipun hanya sederhana pisau dan cangul pertani. Fungsinya antara lain untuk memproduksi dan untuk memasarkan produk demi kesejahteraan umat manusia.

Sepanjang dengan perkembangan berpikir manusia yang makin pesat, teknologi pun makin pesat. Betapa tidak teknologi harus menjadi bagian dari hidup manusia. Oleh karena itu, makin seseorang memiliki dan menguasai teknologi makin mudah pula memperoleh kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, makin tidak memiliki dan tidak menguasai teknologi makin sulit pula kebutuhan hidupnya terpenuhi.

Teknologi membawa dampak positif dan negatif, tidak karena teknologinya tetapi karena manusia selaku pengguna teknologi.

Dampak positif teknologi adalah pekerjaan semakin efisien, produksi makin meningkat, hidup manusia menjadi lebih mudah.

Sebaliknya, teknologi juga membawa dampak negatif karena ada keterlibatan maniusia di dalam menggunakannya. Teknologi bisa membahayakan manusia bahkan memusnahkan kehidupan manusia itu sendiri.

Dampak negatif lainnya ialah meningkatkan pengangguran karena pekerja  yang biasanya dilakukan oleh banyak orang bsa diganti secara efisien oleh alat teknologi.

Teknologi memungkinkan terjadi eksploitasi terhadap kaum pekerja. Dimana seorang pekerja bisa menangani beberapa pekerjaan sekali gus.

Pekerjaan bisa bekerja 36 jam sehari, misalnya : seorang pembantu rumah tangga selain mencuci dengan mesin sambil menyapu, memasak dengan rice cooker, menjaga bayi, menjaga mobil di garasi, menjemput anak sekolah dan sebagainya.

Teknologi bisa juga dipakai untuk melestarikan kekuasaan, misalnya : untuk mensosialisasi kehendak pemerintah yang menggiring rakyatnya demi kepentingan pemerintah.

Teknologi dipakai untuk menekan pihak lain bahkan untuk menjajah bangsa lain. Contoh lain, penggunaan alat kontrasepsi sebagaimana layaknya dipakai oleh orang-orang yang sudah berkeluarga, tetapi uga dipakai oleh kaum remaja. Jadi teknologi mempunyai dampak negatif akibat penggunaannya yang salah.

Diharapkan teknologi sebagai hasil pikiran manusia akan ikut menjaga dan senantiasa dimanfaatkan bagi kesejahteraan manusia, bukan untuk mendehumanisasi martabat manusia.

Teknologi diharapkan dipakai untuk hal-hal yang positif, bukan untuk memanipulasi dan merugikan orang lain. Juga perlu dipikirkan, agar teknologi berfungsi untuk memajukan bangsa atau untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia.

Teknologi hendaknya dihayati sebagai karunia Tuhan untuk memelihara, mengebangkan dan memanfaatkannya secara manusiawi.

Dengan melihat dampak negatif teknologi, muncul pertanyaan apakah teknologi masih dibutuhkan atau perlu ditinggalkan.

Teknologi tidak bisa ditinggalkan, yang penting ialah teknologi bisa memajukan kesejahteraan umat manusia dan tidak mengabaikan peran manusia. Di dalam Kitab Kej. 1:28 manusia diberi peran yang besar untuk menguasai bumi.Keja. 1:219 demi kepentingan manusia.

Kemajuann ilmu pengetahuan, teknologi dan seni tidak dapat dihindari sejalan dengan makin  pesatnya daya pikir manusia.

Manusia menjadi serba tahu, arus informasi berjalan sangat cepat, bumi tempat manusia tinggal seakan-akan menjadi sangat kecil dan batas-batas antar negara menjadi relatif. Hal-hal yang demikian bukan sesuatu yang negatif.

Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni harus disaring bahkan perlu menolaknya apabila merugikan manusia.

Untuk itu, kita dituntut untuk senantiasa kreatif, kritis, profesional, memiliki kualitas pribadi yang utuh, jujur dan tekat mengejar kebenaran, Iman dan Seni.

Seni dan indah tidak sama. Seni (karya seni) bersifat artifisial, sedangkan indah bisa artifisial dan bersifat natural.

Gunung tidak disebut seni, tetapi disebut indah karena bukan karya manusia, kursi bisa disebut indah juga bisa disebut seni.

Seni adalah hasil karya manusia. Seni adalah hasil yang dikenakan pada objek, sedangkan manusia selalu subjek menyebabkan obyek menjadi seni.

Karja adalah ungkapan martabat manusia sewkaligus meningkatkan martabat manusia (laborem Exercens, Ensiklik Yohanes Paulus II ,1981). Ungkapan martabat manusia artinya secara kodrat manusia bekerja. Dengan kata lain, manusia harus bekerja, dia merasa bahagia di dalam bekerja. Sebaliknya, ia menjadi cemas atau tidak tenang apabila tidak bekerja.

Bekerja berarti meningkatkan martabat manusia. Dengan bekerja secara otomatis harga diri manusia terangkat. Dengan bekerja manusia semakin terpenuhi kebutuhannya dan bisa bermakna sosial seperti menghidupkan keluarga dan orang-orang lain yang membutuhkan.

Dengan bekerja, manusia makin menikmati seni dan keindahan dalam hidupnya meskipun tidak bisa diukur secara empiris. Seni adalah ekspresi pikiran dan perasaan manusia, oleh karena itu seni an sich (dalam dirinya) merupakan fakta yang wajar sebagai konsekuensi kepemilikan pikiran dan perasaannya.

Pikiran, perasaan, kehendak dan suara hari yang ada dalam diri manusia menyebabkan ia menjadi tidak sama dengan hewan.

Karya seni akan menjadi bagian dasar iman apabila seni ditampilkan menimbulkan kekaguman bagi orang lain atau membawa perkembangan perilaku. Aristoteles menyebutkan katharsis, Al-Ghazali seorang filsuf  Islam menyebutkan sebagai memiliki jiwa spirit apabila suatu objek perperan menurut fungsinya. Dikatakan seni apabila sesuatu yang diekspresikan memuat nilai-nilai spritual.

Karya seni menjadi ekspresi iman, apabila bisa memancarkan nilai-nilai kerohanian (spiritual), apabila menyebabkan orang laian berubah perilakunya ke tingkat yang lebih baik. Sebaliknya, seni menjadi perendahan nilai iman apabila memperlihatkan aspek yang sebaliknya. Sen tidak menjadi ekspresi iman apabila mendorong orang atau dirinya sendiri ke hal-hal yang buruk.

Misalnya : tari-tarian yang bernuansa seksual, gambar atau likisan-lukisan yang porno dan sebagainya.

Masalahnya, seni tetap bersifat subjektif, seni bagi seseorang belum tentu seni bagi orang lain. Untuk mengatasi hal-hal yang subjektif seperti itu perlu ada batasan.

Batasannya ialah ajaran agama, moral dan etika. Sejauh seni berada dalam batasan relegius, moral dan etika bisa kita sebut sebagai ekspresi iman. Di luar batasan ajaran agama, moral dan etika bukan merupakan ekspresi iman.


No comments:

Post a Comment